25 Juni 2009

Kopi Merah Putih (Indonesia Anonymus) "Kita dan Wirausaha"

Kecil tapi cerdas berisi. Hanya itu yang dapat saya katakan tentang buku ini.


Jarang ada buku atau tulisan yang membahas segala sesuatu tentang pola pikir orang Indonesia dengan gamblang bukan sindiran, tapi tidak membuat kita sakit hati atau mangkel (orang Jawa bilang), melainkan membuat kita mentertawakan diri kita sendiri sekaligus mengajak berpikir ulang tentang kebiasaan-kebiasaan, sifat, mental, logika, pola pikir, cara pandang kita terhadap berbagai masalah yang dihadapi bangsa ini, terutama "Kita dan Wirausaha".


Tentang wirausaha, saya seorang profesional di bidang kesehatan (notabene masih karyawan). Dulu saya mengira dengan begini saya akan mendapatkan "posisi" dan gaji yang saya harapkan serta kenaikan gaji paling tidak 10% tiap tahunnya, mengingat betapa susah dan mahalnya kuliah saya. Jadi wajar dong kalau saya mengharapkan "hasil/keuntungan" setelah menyelesaikan kuliah saya. Bahkan saya sampai bela-belain kerja dobel pagi-malam seminggu 3 kali, (akhirnya saya resign karena saya kecapekan dan tidak punya waktu untuk diri saya dan suami saya sendiri).


Ternyata realitanya tidak seperti itu, banyak kenalan atau keluarga mengatakan "wah, hebat ya, gajinya pasti lumayan ! karena kuliahnya lumayan susah.", saya cuma bisa tersenyum dan berkata dalam hati "seandainya benar....." tapi berbeda 180 derajat. Saya hampir tidak mendapatkan semua yang saya tulis di atas...hmmph!. Tanggung jawabnya besar...tapi yang saya dapatkan sangat tidak mencukupi untuk hidup 1 bulan, saya tidak bisa membayangkan gimana nanti kalau saya sudah punya anak?Yes, it's all about the money.


Bukannya saya tidak berdedikasi, bukan begitu..tapi mbok ya tolong saya dihargai sebagai profesional.


Kemudian, suami menyarankan untuk berjualan minuman saja yang bisa dititipkan di warung-warung dekat rumah dengan kata lain wirausaha kecil-kecilan, daripada buang duit lebih baik nambah duit. Ibu, adik, kakak ipar saya menentang rencana ini, bahkan saya merasa mereka beranggapan saya sudah tidak ada harganya dengan berjualan seperti ini, tidak bergengsi. "Sarjana kok malah jualan minuman di warung-warung!". JLEB! sakiiiiiiit rasanya hati saya, seperti ditikam pas di jantung dan mati seketika (hehe..hiperbolis banget yah).


Saya bekerja malam hari, dulu saya bekerja pagi dan malam tapi saya terpaksa resign dari yang pagi karena saya capek dan jadi tidak punya cukup waktu untuk diri saya sendiri dan suami saya, saya merasa tenaga saya diperas.


Sekarang, kurang lebih 7 bulan saya berwirausaha dan hasilnya kalau dihitung-hitung dibagi 1 bulan kerja, jualan minuman masih lebih BESAR pendapatannya daripada "profesi" saya. Padahal saat ini saya bekerja sendiri, tanpa ada pegawai. Ke depannya nanti saya ingin merekrut pegawai sehingga usaha ini bisa bertambah besar, pendapatan bertambah serta dapat menciptakan lapangan kerja baru, lebih mulia kan?


Ada satu hal yang membuat saya terheran-heran hingga sekarang. Dulu, waktu masih kerja dobel pagi-malam selama 3 tahun, saya ingin liburan ke luar kota, ke Jogja atau kemana saja selalu tidak bisa karena tidak cukup dana dan waktu padahal, gajinya DOBEL..setelah 3 bulan mencoba berwirausaha saya dapat berlibur ke Jogja dengan uang sendiri bersama suami.


Saya ingat teman saya pernah bilang, "aku pengen kerja di kantoran, karena keliatan kalau kerja, bajunya kan bagus keliatan resmi gitu", saya bilang, "kalau saya pengennya kayak Bob Sadino, ga keliatan kerja tapi duitnya banyak dan usahanya dimana-mana". Tapi kalau penampilan saya berbeda dari Bob Sadino, hehe... :)